Oleh: Anugrah Roby Syahputra
Covid-19 sudah menjadi pandemi global. Korbannya di mana-mana. Banyak negara sudah lock-down. Indonesia pun yang awalnya memilih membayar influencer 72 milyar, ngasih diskon tiket pesawat hingga menunjuk Duta Imunitas Corona, kita mulai siaga setelah jumlah korban meroket kencang.
Setiap hari media sosial diramaikan unggahan soal wabah ini. Facebook, Twitter, Instagram juga grup Whatsapp disesaki beragam pesan seputarnya. Namun, seperti lazimnya era disrupsi ini, di tengah derasnya arus informasi, tak sedikit di antaranya merupakan sampah.
Parahnya, sebagian sampah yang menyesatkan nalar publik itu membawa-bawa agama. Mulai dari meme yang mencatut hadits riwayat Thabrani berbunyi, Rasulullah bersabda, “Di akhir zaman nanti akan ada banyak wabah dan penyakit melanda manusia di dunia. Hanya umatku yang terhindar karena memelihara wudhu’nya.” Dalam catatan Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, teks semacam ini tak pernah diriwayatkan Imam Thabrani dalam semua kitabnya. Bahkan di Kitab Kumpulan Hadits Maudhu’ (Palsu) dan Dhaif (Lemah) pun tidak tercantum. Lebih lanjut beliau mengatakan rangkaian kata ini “asli karya anak bangsa yang terlalu semangat”, tapi tanpa didasari ilmu.
Lalu, ada pula ceramah Ustadz Zulkfli M. Ali (UZMA) yang warbiyasah mencengangkan. Dalam potongan ceramahnya yang viral, ia menyebut bahwa wabah ini adalah konspirasi The New World Order. “Yang membuat virus corona itu adalah Illuminati. Mereka yang menciptakannya, dan mereka sudah merancangnya, dan kita sudah tahu semua (kalau) Illuminati dan Freemasonry punya program 2022, jumlah populasi manusia di muka bumi ini hanya 500 juta saja,” ujarnya tegas. Dahsyat sekali. Saya heran, mengapa di seluruh dunia ini hanya beliau yang tahu fakta sepenting ini. Kenapa Panglima TNI, Kepala BIN dan Presiden RI tidak tahu?
Yang lebih paten (pakai cakap Medan sekelak) lagi, klaim ini hanya bermodal video perempuan bercadar kesurupan yang sedang diruqyah oleh –katanya- seorang dokter muslim entah di negara mana dengan suara tidak jelas. Artinya apa? Artinya beliau percaya sama omongan jin. Padahal para ulama sudah menjelaskan dengan tegas bahwa sifat asli jin adalah pendusta sehingga ucapannya tidak boleh dijadikan rujukan. Bukankah ini termasuk penyimpangan akidah yang fatal?
Lebih hebat lagi adalah klaimnya bahwa penyakit Corona hanya bisa ditularkan kepada orang kafir. “Anehnya, hanya orang-orang non-muslim yang dipilih (tertular), kalau ada muslim yang kena pasti itu muslim ahli maksiat. Maaf kalau saya ngomong begini, kenyataannya demikian,” kata UZMA. Wah, keren sekali beliau bisa MEMASTIKAN seseorang ahli maksiat jika terpapar Corona. Kemudian beliau pun meyakinkan jamaahnya agar jaga wudhu, rajin shalat, ibadah dan jauhi maksiat. Seakan-akan dengan demikian pasti aman. Kok pengen rasanya saya menawarkan kepada beliau, “Untuk menguji kebenaran isi ceramah Bapak, sudikah Ustadz berangkat ke Wuhan sekarang?”
Tidak kalah ramai adalah ajakan stop posting Corona. Propagandanya adalah bahwa isu ini sudah merusak tatanan agama. Shalat di masjid tak boleh lama-lama. Iktikaf di masjid tidak dianjurkan. Silaturahim dihindari. Bersalamanpun harus dijauhi. Dan masih panjang lagi provokasinya yang ujungnya menggampangkan perkara ini dan membuat orang tidak memaksimalkan ikhtiar.
Situs eramuslim sendiri sudah berbeda jauh dengan dahulu –sebelum era medsos- yang jadikan rujukan aktivis muslim. Kini eramuslim tak ubahnya situs copy paste, lalu edit sesuai framing yang diinginkan. Tak sedikit situs ini terungkap menyebar kabar bohong.
Selanjutnya, muncul lagi kabar bohong pada Sabtu, 14 Maret 2020 pukul 05.37 dengan judul “China Akui Dokter Palestina Penemu Vaksin Corona yang Terbukti Ampuh 100 Persen”.
Artikel ini berisi klaim sebagai berikut: “China secara resmi mengumumkan, hanya beberapa jam yang lalu, keberhasilan serum Palestina yang diberikan kepada Dr. Manar Saadi Al-Shenawi. Melalui Kementerian Kesehatan China temuan ini di dedikasikan sebagai serum untuk mengobati virus Corona, yang telah terbukti 100% efektif pada lebih dari 7 kasus yang telah disembuhkan. Lebih lanjut Pemerintah China secara terang-terangan mengakui bahwa para ilmuwan medis Palestina telah membuktikan kepada seluruh dunia bahwa mereka adalah pembuat kehidupan. Dan hak untuk menciptakan serum Palestina telah menjadi 100% hak paten yang di ekspor ke semua negara di dunia, dan otoritas harga itu sesuai dengan harga yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan Palestina, yang tentu akan menjadi booming ekonomi dalam sejarah kedokteran Palestina, dan bahkan mungkin untuk menjual obat yang akan membayar hutang Palestina dan menjadi ekonomi Tiongkok dalam waktu dekat.”
Tapi sumbernya tidak jelas. Lha wong redaksi dan alamat situs berita itu aja nggak ada alias anonim. Penulisan ejaan dan tata bahasanya “beselemak”. Bila ditelusuri, konten situs tersebut mayoritasnya adalah clickbait. Berita ini ada di peringkat pertama terpopuler. Di posisi kedua juga sama hoaksnya berjudul, “Luar Biasa Turki Satu-satunya Negara yang Bebas Corona”. Padahal per 17 Maret, Turki sudah menyatakan ada 47 warganya positif Corona. Erdogan juga memerintahkan karantina 10 ribu jamaah umrah yang baru pulang dari Saudi.
Soal berita vaksin corona tadi, tidak ditemukan di situs manapun baik yang berbahasa Inggris, Arab, maupun Tiongkok. Nama Dr. Manar Saadi Al-Shenawi juga tidak valid. Lalu mengapa berita sepenting ini hanya ada di situs Indonesia tersebut? Ya karena dia sangat kreatif dalam mencari rezeki dengan menghalalkan segala cara. Sudah bukan rahasia lagi kalau mengais dollar dengan berita palsu relatif mudah dilakukan.
Lalu, ingat tidak yang viral empon-empon sebagai penangkal Corona? Dalam pesan berantai yang beredar, masyarakat dianjurkan mengkonsumsi empon-empon seperti jahe, temulawak, kunyit, kayu manis, dan sereh yang berfaedah mengobati Corona. Terkait ini, Tim Cek Fakta Tempo mengklarifikasi ke Profesor Chaerul Anwar Nidhom, Guru Besar Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang namanya disebut-sebut. Hasilnya, kata Profesor, dia tidak pernah menyebut empon-empon bisa memberantas atau menyembuhkan seseorang yang terinfeksi virus Corona. Menurut dia, empon-empon hanya diduga bisa mengurangi dampak dari bahaya sitokin dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Kita dipaksa percaya (sebagian) para pedagang herbal bahwa “Apapun penyakitmu, habbatussada ini obatnya.” Padahal kata Imam Al Khattabi sebagaimana diterangkan Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, “Sesungguhnya yang beliau maksud dengan obat dari segala penyakit, adalah yang terjadi karena cuaca lembab, dingin, dan dahak. Hal itu karena ia (habbatussauda) itu panas dan kering, maka ia adalah obat dengan izin Allah untuk penyakit yang jadi lawannya dalam kelembaban dan kedinginan. Yang demikian karena obat itu selamanya dengan yang sebaliknya.” (Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, 5/307, no. 1964)
Walah, Ini yang kita takutkan. Kaum muslimin menganggap sepele wabah ini. Orang-orang akhirnya membenturkan antara ikhtiar dan tawakkal.
Di sekitar kita muncul respon yang kesannya bijak dan meneduhkan sekali: “Hidup dan mati sudah diatur oleh Allah. Kalau sudah waktunya mati, ya mati. belum, ya tidak akan mungkin mati.”
“Saya tidak takut Corona, hanya takut kepada Allah.” Padahal aqidah ahlussunnah itu pertengahan. Bukan Qadariyah, bukan pula Jabbariyah.
Keyakinan kita ini menuntun untuk mengoptimalkan ikhtiar dan doa sebelum tawakkal. Ikat dulu untamu sebelum kau tinggalkan shalat. Para sahabatpun pun menggunakan pertimbangan logis dalam menyikapi persoalan serupa sebagaimana tercermin dalam dialog antara Abu Ubaidah dengan Umar bin Khattab ra ketika wabah menyerang Damaskus.
”Apakah Tuan hendak lari dari takdir Allah?” tanya mereka.
”Aku lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain,” jawab Umar.
”Aku lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain,” jawab Umar.
Hal ini penting diingatkan apalagi adanya netizen yang menganggap dirinya lebih pintar dari ulama-ulama mumpuni seperti otoritas keagamaan di Timur Tengah: Saudi, Qatar, Kuwait, Turki dan beberapa negara bagian di Malaysia yang membolehkan shalat Jumat diganti shalat zuhur di kediaman masing-masing.
MUI melalui Komisi Fatwa pun sudah menerbitkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 yang di antara isinya adalah kebolehan mengganti shalat Jumat dengan shalat zuhur di tempat kediaman bagi yang telah terpapar Corona bahkan tegas diharamkan melakukan ibadah sunnah yang membuka terjadinya peluang penularan, seperti shalat tarawih, ied, pengajian umum dan tabligh akbar. Ada pula imbauan menghindari kontak fisik langsung seperti salaman dan membawa sajadah masing-masing ke masjid.
Namun coba lihat apa komentar warganet republik +62?
“Lemah kali akidahnya..”
“Bah, tak ada imannya…”
“Virus itu tentara Allah, justru kita harus ke masjid agar lebih kuat!”
Fyi, yang komentar begini kemungkinan baca Al-Qur’an aja masih belepotan, tak usahlah ditanya apa bisa bahasa Arab dan menguasai ulumusy-syar’i. Tapi lagaknya kayak lebih faqih dari para ulama. Betullah Nicholas Carr yang menulis The Shallows, internet telah mendangkalkan cara berpikir kita.
So, jangan ada lagi yang berkomentar sinis dan nyinyir kepada yang nggak mau salaman dan bawa sajadah ke masjid sendiri. Justru sikapnya harus diteladani. Jangan pula ngotot buat acara kajian, pelatihan, seminar, tabligh akbar atau apapun dengan dalih militansi dan iman yang kokoh.
Kalau sempat besok masih ada celetukan seperti, ‘Macam betul aja pun kelen,” wajarlah jika saya merasa kebangkitan ummat dan bangsa ini masih jauh.
Mari sempurnakan ikhtiar kita, amalkan doa, baru tenangkan hati dengan tawakkal kepadaNya.
(قُل لَّن یُصِیبَنَاۤ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوۡلَىٰنَاۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡیَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ)
Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.
Sumber : Turkinesia.net
Sumber : Turkinesia.net
0 komentar:
Posting Komentar