Dampak pernikahan tersebut menjadi sebab awal masuknya islam di kalangan Istana Pakoean Padjajaran. Dimulai pada masa Raden Manah Rarasa atau Pamanah Rasa, lebih dikenal sebagai praboe Siliwangi dari Pakoean Padjajaran dengan gelar Praboe Dewata Wisesa.
Pernikahan Praboe Siliwangi dengan Nyai Subang Larang, sebagai santri dari Syekh Hasanuddin atau dikenal pula sebagai Syekh Qura. Melalui pernikahan inilah menjadi sebab terjadinya Islamisasi Prabu Siliwangi dan Dinastinya. Pernikahan tersebut dilaksanakan secara Islami. Dari hasil pernikahan antara Prabu Siliwangi dengai Nyai Subang Larang melahirkan tiga orang putra :
Pertama, putra, Walang Sungsang lahir 1423 M
Kedua, putri, Nyai Rara Santang lahir 1426 M
Ketiga, Putra, Raja Sangara lahir 1427 M
Ketiga putra putri Prabu Siliwangi ini merupakan perintis awal dari Dinasti Prabu Siliwangi yang menjadi penganut agama Islam. Tak hanya sebatas penganut Islam, melainkan nyai Rara Santang dari pernikahannya dengan Maulana Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah pun melahirkan Sunan Gunung Jati sebagai salah seorang dari Wali Sanga adalah cucu Prabu Siliwangi.
Dengan demikian secara historis, Dinasti Prabu Siliwangi melahirkan salah seorang dari Wali Sang. Namun hal ini, kurang mendapat penekanan interpretasi sejarahnya bagi sebagian sejarawan. Ataupun kurang dijelaskan oleh sementara sejarawan bahwa Dinasti Prabu Siliwangi berperan besar melahirkan Dinastinya sebagai pembangun kekuasaan politik islam atau kesultanan: Cirebon, Jakarta dan Banten.
Dengan Menekankan dan mengaitkan hubungan Prabu Siliwangi dengan pernikahan Islamnya dan Dinastinya, dapat dibaca kesinambungan kesejarahan antara Kerajaan Hindu Padjajaran dan Kesultanan Cirebon, Jakarta, dan Banten. Selain itu, dari pernikahannya secara Islam dengan nyai Subang Larang oleh syekh Qura, sebenarnya Prabu Sliwangi telah memeluk Islam. Dengan kata lain, telah terjadi Islamisasi pada kalangan Istana Kerajaan Padjajaran melalui pernikahan.
Perkembangan wilayah dan pusat pemerintahan dari Dinasti Prabu Siliwangi ke arah timur, terjadi pada masa Walang Sungsang. Setelah berguru selama tiga tahun dengan guru Syekh Datuk Kahfi, diwisuda dengan ditandai penganuggerahan nama baru, Ki Samadullah.
Dapat dipastikan karena pengaruh dari kakeknya, Ki Gedeng Tapa, ayah nyai Subang Larang, sebagai Syekh Bandar Muara Jati Cirebon, dan sebagai Raja Singapura, menjadikan Walang Sungsang atau ki Samadullah membuka wilayah baru di Kebon Pasisir sebelah selatan Gunung Amparan Jati. Di kebon Pasisir ini, Walang Sungsang atau ki Samadullah atau Haji Abdullah Iman juga disebut sebagai Ki Cakra Bumi atau Pangeran Cakrabuana.
Langkah yang diambil oleh ki Cakrabumi atau pangeran Cakrabuana merintis wilayah baru, Cirebon Larang, mendapat penghormatan dari Prabu Siliwangi dari Pakuan Padjajaran. Ditandai dengan pemberian gelar terhadap ki Cakrabumi atau Pangeran Cakrabuana dengan Sri Mangana. Di samping gelar ini, diserahkan juga panji-panji kerajaan yang diantarkan oleh Raja Sengara. Pertemuan ini, menjadikan Raja Sengara masuk Islam dan naik haji. Kemudian dikenal sebagai Haji Mansur.
Peristiwa sejarah keluarga Prabu Siliwangi masuk islam merupakan sebuah contoh sejarah betapa terbukanya sikap raja dan bangsawan Hindu atau Buddha dalam menyikapi masalah peralihan agama atau konversi ke Islam. Seperti halnya proses Islamisasi di kalangan Dinasti Mongol, dimulai dari adanya pernikahan dengan putri bangsawan yang lebih dahulu masuk Islam yang berlangsung dengan damai.
Proses Islamisasi melalui jalan niaga dan pernikahan merupan ciri umum spesifikasi islam. Selain itu juga, peranan ulama dan pesantren sebagai katalisator Islamisasi di Nusantara Indonesia tidak pernah terjadi dengan cara kekerasan dalam pengembangan ajaran agama apa pun, kecuali yang dilakukan oleh imperialis barat dengan sistem peperangan dan pemaksaan alih agama. sekian.
0 komentar:
Posting Komentar