Kamis, 29 Agustus 2019

LARANGAN BERANDAI-ANDAI

Share & Comment

Berandai-andai yang biasanyam enggunakan kata 'seandainya' memiliki beberapa maksud
Pertama,
Untuk berpaling dari hukum islam. Berandai-andai dengan tujuan ini diharamkan. Allah berfirman, "Seandainya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh." (Ali 'Imran[3] : 168 ).
Ayat ini berkaitan dengan perang uhud. Yakna manakala Abdullah bin ubay bersama sekitar sepertiga pasukan muslimin, perang di pertengahan jalan, balik pulang ke Madinah. Lalu ketika sebanyak 70 pasukan muslimin gugur syahid, orang-orang munafik tersebut mengkritik keputusan Rasulullah dan berkata ,"Seandainya mereka mematuhi kita dan kembali pulang sebagaimana kita pasti mereka tidak terbunuh. Pendapat kami lebih tepat daripada rencana Muhammad." Perbuatan ini haram, bahkan sampai pada tingkat kekafiran.

Kedua,
Untuk mengingkari takdir. Ini juga haram. Allah berfirman, " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang,'kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh'."(Ali 'Imran [3] : 156). Maksudnya, Seandainya mereka tetap berada di Madinah, tidak keluar untuk berperang. Mereka mengingkari takdir Allah.

Ketiga,
Untuk mengungkapkan penyesalan dan keluh kesah. Ini juga diharamkan. Sebab segala sesuatu yang membukakan pintu penyesalan dilarang. Alasannya, karena penyesalan hanya membuat seseorang bersedih dan tertekan, padahal Allah menghendaki kita selalu gembira dan bahagia. Rasulullah bersabda ; " Antusiaslah pada apa yang memberimu manfaat dan mintalah tolong pada Allah, serta jangan lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan mengucapkan," Seandainya aku melakukan demikian pasti hasilnya demikian". Sebab 'seandainya' itu membuka perbuatan setan."

Contohnya, seseorang memutuskan membeli sesuatu yang ia yakini akan memberi keuntungan, tapi ternyata ia malah rugi. Lalu ia mengatakan, "Seandainya aku tidak membelinya tentu aku tidak rugi." Ini bentuk penyesalan dan keluh kesah. Hal ini kerap terjadi, padahal telah dilarang.

Keempat,
Untuk menggunakan takdir sebagai alasan pembenaran maksiat. Seperti perkataan orang-orang musyrik,"...Seandainya Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak menyekutukan-Nya..." (Al-An'am [6] : 148). "...Seandainya Allah Yang Maha Pemurah menghendaki, tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)..." (Az-Zukhruf [43] : 20 ). Perkataan seperti ini tidak dibenarkan.

Kelima,
Untuk mengungkapkan angan-angan. Hukumnya sesuai tergantung pada apa yang diangan-angankan, jika baik maka boleh dan jika buruk maka tidak boleh. Dalam hadits Nabi tentang kisah empat orang yang salah seorang dari mereka berkata," Seandainya aku memiliki harta pasti aku beramal (kebaikan) seperti amal si Fulan." Orang ini mengangan-angankan kebaikan. Orang kedua berkata," Seandainya aku memiliki harta pasti aku berbuat (keburukan) seperti perbuatan si Fulan". Orang ini mencita-citakan keburukan. Maka Nabi bersabda tentang orang pertama," Ia (mendapat pahala) dengan niatnya itu. Pahala keduanya sama." Dan tentang orang kedua," Ia (berdosa) dengan niatnya itu, maka dosa keduanya sama."

Keenam,
Dipergunakan dalam kalimat berita murni. Berandai-andai seperti ini dibolehkan. Contohnya, seandainya aku mengikuti pelajaran pasti aku mendapat manfaat. Termasuk pemakaian ini adalah sabda Rasulullah," Seandainya aku mengetahui akibat urusanku di depan yang baru aku ketahui di belakang, aku tidak akan menggiring binatang kurban dan pasti aku tahallul bersama kalian." Di sini Nabi mengabarkan, sekiranya beliau mengetahui bahwa perkara ini (penyesalan sahabat berhaji tamattu') akan terjadi di antara para sahabat, beliau tidak akan menggiring binatang kurban dan pasti bertahallul. Pengertian ini yang tampak pada saya. Namun sebagian orang mengatakan," Ungkapan ini termasuk angan-angan. Seolah-olah beliau mengucapkan," Andai saja aku bisa mengetahui perkaraku di depan yang baru aku ketahui di belakang sehingga aku tidak menggiring binatang kurban. " Tetapi secara eksplisit, ungkapan ini menunjukkan bahwa beliau memberitahukan hal di atas ketika beliau melihat penyesalan tersebut dari sebagian sahabat. Dan Nabi tidak mengangan-angankan sesuatu yang Allah telah menakdirkan sebaliknya.

Diriwayatkan dalam Ash-Shahih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, " Antusiaslah pada apa yang memberimu manfaat dan mintalah tolong pada Allah, serta jangan lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan mengucapkan," Seandainya aku melakukan demikian pasti hasilnya demikian." Akan tetapi katakan," Allah telah menakdirkan, dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan." Sebab 'Seandainya' itu membuka perbuatan setan."

Sabda beliau," Jika sesuatu menimpamu. " Yakni, sesuatu yang tidak engkau sukai dan tidak diinginkan, serta sesuatu yang menjadi kendala tercapainya tujuan baikmu yang engkau telah mulai menempuh upayanya.

Sabda beliau," Sesungguhnya 'seandainya' itu membuka perbuatan setan ". Kata lau (seandainya) dalam kalimat ini kedudukannya sebagai isim inna dan maksudnya adalah pengucapannya. Artinya pengucapan kata ini membuka perbuatan setan. Perbuatan setan adalah sesal, duka dan sedih yang dimasukkan oleh setan ke dalam hati manusia. Setan menyukai hal seperti ini. Allah berfirman," Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah..." (Al-Mujadilah [58] : 10). Bahkan dalam tidur pun, setan memperlihatkan mimpi-mimpi menakutkan pada manusia guna memperkeruh kejernihan hidupnya dan mengganggu pikirannya. Sehingga, dalam kondisi seperti itu, ia tak dapat konsentrasi beribadah sebagaimana mestinya.



#Semoga bermanfaat

Labels:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © SDIT Mutiara Insani | Designed By TemplatePixel - Published By Gooyaabi Templates | Powered By Blogger